Rabu, 29 Oktober 2008

* SYMPHONY of SHORE (BWa)

Symphony of Shore (BWa)


Apa dan Bagaimana

Hunting, menikmati semburat cahaya fajar hingga temaran senja,.
Mendengar sekawanan burung kecil bernyanyi merdu; melihat mawar putih memenjarakan seekor lebah madu dalam kelopaknya; menyimak bebatuan pantai menyiulkan melodi; desah , gemercik, gemuruh irama abadi pantai.

Engkau, bak pujanggan memenangkan api bukan abunya.
Karena api itu adalah jiwamu dan abu itu adalah badan mu.
Dengan jiwamu engkau mengagumi keseharian mu dan terlebih lagi yg tidak bisa terekam indera penglihatanmu tapi bisa dilihat citranya/ imajinya melalui tangkapan media tehnik fotofrafi.

Pada foto ini dengan slow speed berperan sebagai pemberi jiwa dari foto
Jika kita ingin melihat sesuatu yg sangat cepat geraknya seperti peluru yg ditembakkan atau baling baling helikapter kita membutuhkan kamera yg canggih dimana mempunyai fasilitas ultra high speed shutter sebagai penyambung visual yg tidak dapat kita rekam dg mata telanjang.
Sebaliknya menangkap citra yg bergerak biasa biasa saja tidak membutuhkan fasilitas spesial untuk merekamnya , akan tetapi tidak kalah menariknya juga sbg penyambung visual diluar batas kemampuan mata kita menangkapnya.
Hanya saja menentukan kecepatan lambat untuk merekam objek bergerak memerlukan pengkombinasian gerak objek dg pelepasan rana yg pas sesuai keinginan kita.
Bukankah jika terlalu lambat sehingga ombaknya mengapas mengurangi semangat dan terlalu lembut.
Atas pertimbangan ini maka saya memilih foto ini dari hasil beberapa kali pemotretan.

Symphony of Shore

Bagaikan seni orang Mesir dalam ramalan; duduk menghadap laut lepas dari tepi hamparan datar batu besar dan berjalan dg pikiran dan dugaan apa yg akan terjadi , juga apa yg harus dilakukan dalam pemotretan ini.

Kini ku berada ditemaran senja diceruk pantai.
Bak...seni orang Itali dalam keindahan.........

Inderaku mekar...menanti datang, ku sapa dan ku relakan pergi ombak berirama dibawa kakiku.
Kuat genderang gemuruh ombak dikejauhan sana melepas daya kemudian menyisakan suara desau gemercik kecil kecil ombak di ceruk pantai.

Ku buka inderaku...emosiku tinggi masuk menyatu dengan alam sekitar kemudian perlahan lahan mereda mengikuti irama bersahaja di waktu itu di pantai itu.
Dan bila berayun mengikuti alunan ombak lembut ku tinggalkan jejak garis dan bekas kemanpun pergi dan berada.
Bila terdengar desau ku selami ketenangan dibawa ombak dan bila gemercik perlahan lahan pasti ku mengangkasa.


Ku tidak sendirian, ada sebongkah bebatuan besar yang sudah ada sebelum aku berada.
Dia menanti diam lebih lama dari siapapun, menikmati belaian ombak dan nyanyian sepoi angin .
Dia tak pernah mengakhiri " Nyanyian Simponi " tepi pantai walaupun datang gelap membutakan pandangan tapi merekalah surut ombak dan mati angin yang mengakhirinya.

Objek

Pada perjalanan pulang menelusuri ceruk tepi pantai yg melewati bongkah bebatuan besar dan kecil yang menghampar disapu ombak pasang surut menarik sekali untuk diabadikan.
Kesan suasana lembut mendominasi tampak dari bebatuan bulat diceruk pantai , ketika menghadap ufuk barat dimana cahaya senja memberi kelipan kecil kecil pada bebatuan dan kilau kemilaupun tampak pada ombak.
Suara deburan ombak berulang ulang seolah nyanyian abadi itulah nuansa senja ditepi pantai pada foto ini.

Komposisi

Meletakan objek utama didepan berarti memberi peran lebih besar pada nya sebagai focus of interest /p o i .
Adalah cara pintar fotografer mempergunakan lensa sudut lebar yg distortif perfektip untuk objek utama didepan dan tentu harus ada keseimbangan di BG nya dimana foto terlihat bebatuan disebelah kanan serta daratan di sebelah kiri atas.
Adapun ombak pasang membungkus bebatuan besar serta menutupi sebagian besar bebatuan kecil menjadikan foto ini sederhana dan kesan gerak eforia.
Data tehnis :

- film Tri X Kodak
- speed 4 detik
- f stop 16
- kamera Leica R4
- lensa elmarit 28mm
- tripot
-lokasi Pelabuhan Ratu

Foto lain dalam ombaksurut bisa dilihat di gadget tambahan (dibawah blog ini)





5 komentar:

Anonim mengatakan...

wah om, bahasa penyampaiannya bikin merinding. Tapi memang benar om, fotografi emang sebuah proses dalam kesabaran, bukan sekedar datang, potret, pulang trus edit, bukan hanya hasil yang penting tapi juga seluruh proses pengambilannya, bagaimana kita bisa menikmati keseluruhan proses tersebut adalah yang terpenting, saya sengat menikmati ketika malam hari menyiaapkan alat, pagi-pagi bangun pagi demi sunrise, kita nikmati sepanjang perjalanan menuju lokasi, sampai kita pulang lagi kita bersihkan alat kita dengan hati-hati. bagi saya om kesemuanya sangat menyenagkan, bukan hanya bagian memotretnya saja. termasuk kalo harus menunggu berjam-jam. ahhh nikmat benar om. ketika kita menghargai apa yang ada di sekitar kita pasti alam akan memberikan yang terbaik

salam(adhy)NB: kalo dabel post tolong di maafkan ya om he2

Anonim mengatakan...

Hehehe... mas Adhy sama gilanya ....hehehe demi selembar foto rela bekorban apa saja....
Seniman.... ogah ah.... rada gak waras...! hehehe...moses

dian mengatakan...

hehehe...andaikan saya bisa seperti mas adhy :) mungkin foto2 saya sudah sekaliber pak moses hehehehe

Anonim mengatakan...

wkwkwk.... kalo saya jadi mas Greenschits gak mau jadi saya, orang saya motret baru satu tahun yang lalu, soal hasil jangan di tanya, gak ada yang bagus hee...(Jujur mode ON). Halah om moses ini, mending rada gak waras lah om, jadi kalo salah setting camera ato fotonya jelek gak ada yang marah, namanya juga gak waras, kan wajar kalo fotonya jelek he2...
adhy

Anonim mengatakan...

Aku menikmati lagi Om
Aku menikmatinya seperti mendengarkan shymphony "La Mer" dari Debussy... gal yang kusuka ketika melihat karya ini kompleksitas register mood yg tercipta...ada kekuatan 7 keperkasaan...dan yang subtil keelokan alam... Terima kasih Om Moses..... Salam Hormatku selalu

Sugeng Kuswardhana